Lahirnya Filsafat Islam
Setelah
Kaisar Yustianus menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru besar hijrah ke Kresipon tahun
527, yang kemudian disambut oleh Kaisar
Khusraw tahun 529. Setelah itu di tempat
yang baru mengadakan kegiatan mengajar filsafat, mereka dalam waktu 20 tahun di samping
mengajarkan filsafat, juga mempengaruhi
lahirnya lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandria, Anthipia,
Beirut.
Sifat khas orang-orang
Arab saat itu yang hidup mengembara (kafilah)
bergeser pada proses urbanisasi,
kemudian diikuti pudarnya dasar
kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab.
Dahulu orang Arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang
serba keras, karena terpengaruh keadaan
geografis (luasnya
padang pasir). Setelah proses
urbanisasi, mereka terikat oleh
birokrasi dan mengalami krisis identitas dalam bidang sosial dan agama (dari pola mengembara ke
pola ketertiban).
Setelah
mendapatkan kemapanan, mereka mengalami
proses akulturasi penguasaan ilmu. Maka
mulailah mengadakan kontak intelektual yang pada saat itu tersedia warisan
pemikiran Yunani.
Proses
akulturasi tersebut terjadi lewat dua jalur yaitu Via Dilusa (kontak pergaulan
sehari-hari) dan Via Bruditorum (kehendak mencari
karya-karya Yunani).
Proses
akulturasi ini mencapai puncaknya dengan didirikannya lembaga-lembaga
pengajaran, penterjemahan, dan perpustakaan. Misalnya,
tahun 833 Khalifah Al-Ma'mun (Bagdad)
mendirikan Bait Al-Hikmah, tahun
972 Khalifah Hakam (Qahirah) mendirikan Jami'at al Azhar. Pusat-pusat ilmu
pengetahuan tersebut didirikan di Kufah,
Fustat, Basrah, Samarrah,
dan Nishapur.
Kenyataan inilah yang membuktikan bahwa filsafat Yunani berperan sebagai alat
integrasi sosial baru.
Sumber: Achmadi,
Asmoro. 2008. Filsafat Umum. Jakarta:
PT RajaGrafindo Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar